Pagi Agnes dimulai dengan kehebohan yang lebih heboh dari biasanya. Saat sarapan tadi, Agnes baru menyadari kalau gantungan HP berbentuk kucing miliknya sudah tidak tergantung lagi di HPnya. Hatinya langsung mencelos dan ia tak henti-hentinya berteriak panik sambil mengacak-acak isi tasnya. Kalau saja ibunya tidak menyeretnya berangkat sekolah, mungkin sekarang ia masih ada di rumah mencari-cari gantungan itu di bawah tempat tidurnya. Parahnya lagi, Agnes kepanikan itu masih berlanjut di dalam mobil. "Manaaa? Mana gantungannya??" rengek Agnes. Virga, kakak laki-lakinya yang sedang mengemudikan mobil itu, menghela napas kesal. Ia mulai merasa gila. Macet dan Agnes menjerit-jerit, sepertinya kombinasi yang tepat untuk menabrakkan mobil itu ke trotoar.
"JANGAN BERANTAKIN MOBIL GUE!" Virga tak tahan lagi untuk ikut teriak saat Agnes menjungkirbalikkan tas sekolahnya dan isinya langsung bertebaran ke segala penjuru. Virga tak seperti Agnes, ia jarang terbawa emosi. Tapi entah kenapa belakangan ini ia suka lepas kendali. Mungkin tekanan pekerjaannya sebagai dokter koas telah menyalakan sumbu di dirinya. "Gue harus morning report dan jalanan NGGAK GERAK!"
"Tapi...itu gantungan dari Tita!" suara Agnes bergetar, tapi ia mencoba untuk tidak terisak. Tita adalah teman dekatnya yang baru saja meninggal beberapa bulan yang lalu karena kecelakaan motor. Gantungan HP itu sebelumnya benda kesayangan Tita namun tepat sehari sebelum kecelakaan terjadi, tiba-tiba saja Tita memberikannya ke Agnes. Seakan-akan Tita menitipkan seluruh kenangan persahabatan mereka untuk Agnes jaga selamanya. Dan kini benda itu hilang! Agnes merasa separuh jiwanya ikut hilang.